Sabtu, 08 Februari 2014

Tanpamu Apa Jadinya Aku?

Diposting oleh AKSARA di 05.35
Hari Rabu kemarin, keponakan saya yang bernama Alifa, baru saja pulang dari sekolah bersama papa (Alifa memanggil papa dengan sebutan Atuk). Dengan baju berwarna ungu lembut dan dikepalanya menempel jilbab merah menyala, tampak cantik sekali si nona muda itu. Berlari dari pekarangan rumah, ia menuju ruang tamu. Saya yang sejak tadi memperhatikannya tersenyum. Kemudian saya berjalan menuju kamar karna ingin mengambil sesuatu.

Dari dalam kamar, saya mendengar Alifa bercerita banyak perihal kegiatannya disekolah hari ini kepada nenek.Suaranya yang cempreng terdengar jelas ditelinga dan menembus dinding-dinding kamar. Alifa adalah keponakan saya, dia tinggal dirumah sejak usia 3 bulan, karna Bunda dan Ayahnya bekerja dari pagi sampai sore bahkan malam, itulah kenapa sepertiga waktunya dihabiskan dirumah saya.

Kini usianya sudah empat tahun, ia adalah murid sekolah ADZKIA. Alifa memang sudah tergolong anak yang cerdas bahkan sebelum ia menjadi seorang murid. Sore itu, dari sekian banyak kicauannya yang saya dengar, ada satu kalimat yang terdengar paling nyaring, bunyinya "Tanpamu apa jadinya aku?". Mulanya saya bingung, kalimat itu terdengar seperti lirik, kemudian saya berfikir, "apakah ini nyanyian orang dewasa?"

"Tanpamu apa jadinya aku? Kau ajarkan aku menulis dan membaca. Oh guruku, terima kasihku padamu".

Oh, ternyata itu adalah penggalan lirik dari sebuat lagu? Lirik yang singkat, namun sarat akan makna. Lirik ini membawa saya kembali pada kejadian yang lalu, hari ini dan nanti. Tanpamu apa jadinya aku? Alifa bersama liriknya yang "mengena" ini membuat saya berfikir ulang terhadap apa yang telah saya lakukan selama ini kepada mereka yang profesi sebagai "guru".

Lirik yang sederhana ini membuat rasa bersalah yang ada pada diri saya semakin memuncak, tepatnya ketika saya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa saya tidak sepenuhnya pernah menghormati orang-orang, atau siapa saja yang pernah menjadi guru saya selama ini. Saya, sebagai seorang murid yang angkuh, selalu melakukan pembelaan terhadap diri sendiri dengan embel-embel "aku punya cara dan jalan lain untuk menghormati guru-guruku".

Hari ini mungkin status saya masih menjadi mahasiswa yang bertugas menerima ilmu dari seseorang, tapi waktu tidak mungkin berjalan ditempat, bukan? Akan ada masanya saya berganti posisi menjadi orang yang memberikan ilmu yang saya miliki kepada orang lain. Apa jadinya jika murid-murid saya tidak menghormati saya. Apa jadinya ketika usia saya sudah tergolong "tua" tapi anak-anak muda itu tidak menghormati saya? Ya, kurang lebih seperti yang tidak jarang saya lakukan selama ini kepada dosen-dosen dikampus?

Saya benar-benar sudah tidak kuat lagi melihat kebelakang, melihat kejadian dimana saya dengan rasa tidak bersalah ini berbuat seperti itu kepada dosen-dosen saya. Saya sudah tidak kuat lagi melihat bagaimana saya dengan gampangnya mengabaikan mereka yang ingin membuat saya menjadi lebih baik. Kini saya sadar, bahwa kecerdasan saja tidak cukup tanpa adanya rasa saling menghormati kepada orang lain, terlebih kepada yang tua.


"Apa yang kau lakukan pada orang lain, suatu waktu itu juga yang akan kau dapatkan dari orang lain."

Yang papa bilang memang benar, rasa tidak hormat yang  saya tebar pada mereka suatu waktu akan berbalik menyerang saya.Jika nama tanpa gelar akademik saja sudah bisa membuat saya tidak menghormati mereka, lalu apa jadinya jika nama saya telah banyak dihiasi gelar pemberian manusia ini? Bisa-bisa, saya kehilangan rasa menghormati.

Menghormati seseorang, tidak melulu tentang siapa, keturunannya, gelarnya, warna kulitnya, kekayannya, dan apa agamanya. Menghormati itu tentang cara memperlakukan dia sebagai sesama. Ya, diketikan ini saya bisa dengan leluasa berbicara dengan bijaksana tentang "cara menghormati" yang secara teori, saya memang unggul, tapi secara praktek, saya tidak ada apa-apanya. MEMALUKAN!

Kini, apakah masih ada waktu untuk saya memperbaiki semuanya? Masih adakah? Masih bolehkan? Dan, masih bisakah? Tentu masih! Selalu ada maaf kepada yang bersalah, selalu ada kesempatan bagi yang ingin berubah, dan selalu ada lembaran baru bagi yang tidak ingin kembali lagi pada masa lalu.

Maafkan saya, maafkan saya dan maafkan saya ....






Note : Saya dan Alifa Zahrani Qalbi, inspirator kecil yang lewat kicauan singkatnya menyadarkan aku dari semua kesalahan ini. Inspirasi memang datang dari siapa saja, tidak penting siapa Anda dan berapa usia Anda. Syukran Jazakallahu Khairan Katsiran Alifa :)


0 komentar:

Posting Komentar

 

A K S A R A Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea