Hari Rabu kemarin, keponakan saya yang bernama Alifa, baru saja
pulang dari sekolah bersama papa (Alifa memanggil papa dengan sebutan
Atuk). Dengan baju berwarna ungu lembut dan dikepalanya menempel jilbab
merah menyala, tampak cantik sekali si nona muda itu. Berlari dari
pekarangan rumah, ia menuju ruang tamu. Saya yang sejak tadi
memperhatikannya tersenyum. Kemudian saya berjalan menuju kamar karna
ingin mengambil sesuatu.
Dari dalam kamar, saya
mendengar Alifa bercerita banyak perihal kegiatannya disekolah hari ini
kepada nenek.Suaranya yang cempreng terdengar jelas ditelinga dan
menembus dinding-dinding kamar. Alifa adalah keponakan saya, dia tinggal
dirumah sejak usia 3 bulan, karna Bunda dan Ayahnya bekerja dari pagi
sampai sore bahkan malam, itulah kenapa sepertiga waktunya dihabiskan
dirumah saya.
Kini usianya sudah empat tahun, ia adalah
murid sekolah ADZKIA. Alifa memang sudah tergolong anak yang cerdas
bahkan sebelum ia menjadi seorang murid. Sore itu, dari sekian banyak
kicauannya yang saya dengar, ada satu kalimat yang terdengar paling
nyaring, bunyinya "Tanpamu apa jadinya aku?". Mulanya saya bingung,
kalimat itu terdengar seperti lirik, kemudian saya berfikir, "apakah ini
nyanyian orang dewasa?"
"Tanpamu apa jadinya aku? Kau ajarkan aku menulis dan membaca. Oh guruku, terima kasihku padamu".
Oh,
ternyata itu adalah penggalan lirik dari sebuat lagu? Lirik yang
singkat, namun sarat akan makna. Lirik ini membawa saya kembali pada
kejadian yang lalu, hari ini dan nanti. Tanpamu apa jadinya aku? Alifa
bersama liriknya yang "mengena" ini membuat saya berfikir ulang terhadap
apa yang telah saya lakukan selama ini kepada mereka yang profesi
sebagai "guru".
Lirik yang sederhana ini membuat rasa
bersalah yang ada pada diri saya semakin memuncak, tepatnya ketika saya
masih belum bisa menerima kenyataan bahwa saya tidak sepenuhnya pernah
menghormati orang-orang, atau siapa saja yang pernah menjadi guru saya
selama ini. Saya, sebagai seorang murid yang angkuh, selalu melakukan
pembelaan terhadap diri sendiri dengan embel-embel "aku punya cara dan
jalan lain untuk menghormati guru-guruku".
Hari ini
mungkin status saya masih menjadi mahasiswa yang bertugas menerima ilmu
dari seseorang, tapi waktu tidak mungkin berjalan ditempat, bukan? Akan
ada masanya saya berganti posisi menjadi orang yang memberikan ilmu yang
saya miliki kepada orang lain. Apa jadinya jika murid-murid saya tidak
menghormati saya. Apa jadinya ketika usia saya sudah tergolong "tua"
tapi anak-anak muda itu tidak menghormati saya? Ya, kurang lebih seperti
yang tidak jarang saya lakukan selama ini kepada dosen-dosen dikampus?
Saya
benar-benar sudah tidak kuat lagi melihat kebelakang, melihat kejadian
dimana saya dengan rasa tidak bersalah ini berbuat seperti itu kepada
dosen-dosen saya. Saya sudah tidak kuat lagi melihat bagaimana saya
dengan gampangnya mengabaikan mereka yang ingin membuat saya menjadi
lebih baik. Kini saya sadar, bahwa kecerdasan saja tidak cukup tanpa
adanya rasa saling menghormati kepada orang lain, terlebih kepada yang
tua.
"Apa yang kau lakukan pada orang lain, suatu waktu itu juga yang akan kau dapatkan dari orang lain."
Yang
papa bilang memang benar, rasa tidak hormat yang saya tebar pada
mereka suatu waktu akan berbalik menyerang saya.Jika nama tanpa gelar
akademik saja sudah bisa membuat saya tidak menghormati mereka, lalu apa
jadinya jika nama saya telah banyak dihiasi gelar pemberian manusia
ini? Bisa-bisa, saya kehilangan rasa menghormati.
Menghormati
seseorang, tidak melulu tentang siapa, keturunannya, gelarnya, warna
kulitnya, kekayannya, dan apa agamanya. Menghormati itu tentang cara
memperlakukan dia sebagai sesama. Ya, diketikan ini saya bisa dengan
leluasa berbicara dengan bijaksana tentang "cara menghormati" yang
secara teori, saya memang unggul, tapi secara praktek, saya tidak ada
apa-apanya. MEMALUKAN!
Kini, apakah masih ada waktu
untuk saya memperbaiki semuanya? Masih adakah? Masih bolehkan? Dan,
masih bisakah? Tentu masih! Selalu ada maaf kepada yang bersalah, selalu
ada kesempatan bagi yang ingin berubah, dan selalu ada lembaran baru
bagi yang tidak ingin kembali lagi pada masa lalu.
Maafkan saya, maafkan saya dan maafkan saya ....
Note
: Saya dan Alifa Zahrani Qalbi, inspirator kecil yang lewat kicauan
singkatnya menyadarkan aku dari semua kesalahan ini. Inspirasi memang
datang dari siapa saja, tidak penting siapa Anda dan berapa usia Anda.
Syukran Jazakallahu Khairan Katsiran Alifa :)
Sabtu, 08 Februari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar