Kamis, 29 Januari 2015
Kebersamaan yang Terhapus
Malam tadi, sepulang dari kantor aku mampir disebuah tempat yang bisa memberikan aku secangkir teh hangat dengan dua keping biskuit. Sudah lama aku tak mampir kemari. Aku masih ingat kapan terakhir aku duduk disini dan dengan siapa aku melakukannya. Ya, itu kenangan tiga tahun yang lalu, bersama pria yang aku cintai.
Sewaktu aku masih bersamanya, kami sering menghabiskan senja ditempat paling sederhana ini. Membicarakan masalah pekerjaanku dan juga tentang urusan kuliahnya. Banyak ide-ide cemerlang kami hasilkan disaat kami duduk bersama. Banyak juga konflik yang terselesaikan olehnya.
Tapi lihatlah kini. Aku mengalami hal yang tidak pernah aku kira akan terjadi. Ada dua kursi yang disediakan, dan aku kehilangan rekan diskusi terbaikku. Dia pergi bersama pilihannya. Dia telah mengusir aku dengan caranya yang paling halus. Dengan memasukkan nama lain dihatinya, itulah isyarat yang jelas mengatakan bahwa aku sudah tidak dibutuhkan lagi oleh hidupnya.
"Aku kira dia akan menempati satu sisi di hatiku selama yang dia mau. Tapi Tuhan tidak setuju. Dia dipindahkan kepada hati yang baru"
Makhluk lain hasil temuannya ditempat itu adalah penghapus semua kebersamaan yang aku dan dia dirikan. Kokohnya kebersamaan seketika roboh oleh si pendatang baru. Aku seperti mencintai orang yang sama sekali tidak aku kenali hatinya. Dia menitipkan aku pada kesendirian dan memperkenalkan kepadaku rasa sakit.
"Hubungan yang rusak itu, bukan aku yang men-design-nya. Semua keinginan pihak seberang"
~ShintaWinanda
Hidup Bersama Nefrotic Syndrome
Oktober tahun lalu, dokter memvonis saya menderita sindroma
nefrotik. Secara umum, ini adalah penyakit ‘kebocoran’ ginjal yang sampai
sekarang belum ditemukan penyebabnya. Secara tampilan, saya terlihat sehat
tanpa cela.Padahal, penyakit ini termasuk satu dari sekian banyak
penyakit pada katagori serius. Untungnya, saya tidak sepanik orang yang
mengidap penyakit yang sama. Saya tidak mengeluh, tidak bersedih, tidak memikirkan
hal-hal negative lainnya.
Saya tau dengan mengeluh tidak akan menyembuhkan penyakit
ini. Dengan bersedih tidak akan membuat saya kembali pulih. Apalagi berfikir
negative, yang ada saya malah semakin terpuruk.Khusus untuk pembahasan yang satu ini, saya tidak suka,
terus terang saya katakana saya tidak suka membahasnya. Saya tidak akan
membeberkan dengan panjang lebar, apa itu sindroma nefrotik, penyebabnya, dan
akibat yang ditimbulkannya.
Sebab, bagi saya berbicara tentang penyakit yang sedang saya
derita hanya akan membuat saya semakin lemah dan dengan tidak langsung
membuktikan bahwa saya tidak sanggup memikul beban apa yang Tuhan beri pada
tubuh saya.Tidak ada orang yang suka hidup dengan penyakit, saya punbegitu. Kembali membahas masalah ini pastinya membiarkan energy buruk merembet
memenuhi pemikiran saya.
Jadi, saya hanya sebatas menyinggung sedikit tentang nama
itu (sindroma nefrotik). Bukan malah membahasnya secara habis-habisan.
Saya, dan penyakit ini sudah digariskan Tuhan hidup bersama. Sampai batas waktu yang saya sendiri tidak tau...
~ShintaWinanda
Minggu, 18 Januari 2015
Pelampiasan dan Pelarian
Jika ada yang bertanya kapan terakhir kali saya merasakan jatuh cinta dan mencintai, jawabannya adalah sepuluh tahun yang lalu. Sesudahnya, tidak ada yang sama seperti yang saya rasakan disaat itu. Didera kebingungan dan kesepian melahirkan saya kembali sebagai pribadi yang bertolak belakang dari yang orang lain tau. Saya, tidak sebahagia yang mereka kira. Bukan karna saya tidak bersyukur, tapi rasanya mereka berhak tau keadaan saya yang sebenarnya.Saya mencari banyak jalan sebagai pelarian dan beberapa media sebagai pelampiasan. Saya tau, saya tak setegar yang pernah saya tau. Dan pada bagian pelampiasan, saya tidak pernah memakai hati lelaki sebagai medianya.
Sepuluh tahun itu waktu yang cukup lama, ternyata. Lama sekali waktu yang saya butuh mengobati hati yang kehilangan. Saya juga tidak membiarkan orang lain membantu saya membalut luka yang ada. Jangankan mengobatinya, membiarkan orang lain tau bahwa saya terluka, saya tidak suka. Akhirnya, hati saya semakin lemah dan nyaris mati, mati rasa. Perlahan saya coba berdiri lagi, diatas kaki saya sendiri. Tapi, saya pun nyaris terjatuh dijalan yang sama, yang dulu pernah saya tempuh.
Langganan:
Postingan (Atom)