Sabtu, 08 Februari 2014

Diremehkan? Bagiku Itu Biasa.

Diposting oleh AKSARA di 05.07
“Silahkan tugasnya dikumpulkan dimeja saya.”
Aku saksikan teman-teman dengan senang hati mengumpulkan tugas yang diberikan oleh dosen minggu kemaren. Sementara aku dengan ugal-ugalan mengumpulkan milikku yang tampak sangat “aneh” dari yang lainnya. Dosen hanya menatapku dingin dan membiarkan aku duduk kembali ketempat semula. Tidak lama setelah itu tugas yang dikumpulkan digabungkan dan dibagikan kepada tiap mahasiswa. Sejauh mata memandang, aku tak menemukan tugas yang aku buat barusan. Apakah aku benar-benar sudah meletakkannya diatas meja dosen, atau dosen itu yang lupa membaurkan tugasku dengan tugas yang lain? Bingung.
Dengan santainya aku tidak bertanya kenapa milikku tidak ada disitu. Aku tetap menjalani perkuliahan  seakan-akan tidak ada yang terjadi. Sampai pada akhirnya aku ingin pergi kekamar kecil dan melihat hal yang sangat mengejutkan. Tentu saja tugas yang aku berikan hari ini tidak aku temukan disana, melainkan ada disini, di  TEMPAT SAMPAH! LUAR BIASA!
Kaget? Sudah pasti. Namun aku yang sudah terbiasa cuek sejak dalam kandungan menganggap hal itu tak perlu terlalu dipikirkan. Walaupun pada dasarnya, mahasiswi mana yang tidak marah melihat tugas yang ia buat hanya untuk dibuang di tempat sampah? Ha? Aku ini kan hanya mahasiswi biasa yang tak punya kuasa dan kendali. Suka tidak suka, nikmati saja. Ini terjadi di mata kuliah Grammar I. Disemester pertama banyak rekan-rekanku yang beranggapan bahwa aku adalah mahasiswa yang tidak perhatian, cuek luar biasa dan aku tak punya niat untuk kuliah. Tapi opini hanyalah opini, dan aku membebaskan mereka-meraka itu bahagia bersama opininya. Karna seperti apapun sebuah opini, kadar keakuratannya begitu lemah.
Kuliah Grammar I itu adalah mata kuliah yang cukup menyiksa menurutku. Bukan karna mata kuliahnya yang terhitung rumit bagi pemula, bukan juga karna dosennya yang tidak seru, melainkan karna “metode pengajaran” yang terkesan satu arah dan meminta mahasiswa untuk bersikap pasif. Dan itulah yang membuat aku bosan ada ditempat itu. Jujur saja, selama mata kuliah itu berlangsung, kurang lebih 150 menit, aku bisa 6x keluar masuk ruangan. Diluar ruangan aku biasanya duduk dilobi gedung, jalan-jalan dikoridor kampus, beli makanan ringan dan kalo sempat masuk juga ke kamar kecil. Hahahaha…
*          *          *          *          *
“Shinta Winanda, silahkan kamu duduk didepan selama ujian Mid Semester berlangsung…”
“Baik Umi…”
Dosen itu tampak bingung dengan jawabanku yang ramah dan tidak berisi pemberontakan karna diposisikan ditempat paling depan selama ujian. Sikap santaiku banyak membuat yang lainnya bertanya-tanya, “apakah dia tidak khawatir tidak bisa mencontek dengan teman yang lain?” Khawatir? Sedikitpun tidak. Tidak ada yang aku takutkan dimana dosen akan menempatkan aku selama masa ujian, asalkan aku tidak diusir saja keluar kelas. Selama ujian, aku mendapatkan perhatian penuh dari dosen. Seperti biasa, bagiku berdirinya seorang dosen tepat di depanku bukanlah perkara rumit. Aku tidak takut. Apakah dia akan berdiri didepan, disamping kanan, disamping kiri, tak masalah. Bukannya aku angkuh, namun aku merasa tak memiliki alasan untuk rasa takut yang berlebihan. Toh dosenku adalah wanita yang baik, sikapnya saja begitu keibuan, dan nada suaranya pun aku tak pernah keras. Jadi, untuk apa takut?
*          *          *          *          *

Seminggu setelah ujian mid selesai, kami menerima lembar jawaban yang dibagikan didalam kelas. Banyak orang mendapatkan nilai yang tidak memuaskan bahkan hampir setengah dari jumlah keseluruhan. Bahkan para “kutu buku” dan “sianak manis” pun tidak luput dari nilai jelek. Mereka-mereka yang sangat diperhitungkan didalam kelas saja kedudukannya menjadi anjlok di ujian mid ini. Lalu bagaimana dengan aku? Yang menjadi patokannya adalah, jika mereka yang rajin saja dapat nilai seperti itu, berarti aku berpeluang besar mendapatkan lebih rendah dari itu. Bagaimana tidak, dosen itu dengan senang hati mengirim tugasku ketempat sampah, dan aku juga berkali-kali datang terlambat, ditambah aku suka keluar masuk ruangan. Lengkap sudah segalanya.
*          *          *          *          *          *
“Cie… Shinta nilainya termasuk yang terbaik tuh…” Apa? Nilai terbaik? Benarkah? Oh, aku benar-benar tidak memprediksi sebelumnya. Aku? Nilai terbaik? Sungguh? Berkali-kali aku bertanya pada diri sendiri dan teman-teman. Tidak ada yang menyangka bahwa aku akan mendapatkan hasil seperti ini, dan tidak juga dengan dosennya. Tapi tunggu dulu, ada sesuatu yang special dilembar jawabanku, 

“Buktikan kemampuan you nanti!”
Seumur-umur, baru kali ini ada yang menulis dengan ketus dilembar jawabanku. Yang menjadi pertanyaannya adalah, alasan apa yang dipakai oleh dosen itu? apakah aku terlihat seperti mahasiswa yang tidak memiliki potensi? Aku terlihat seperti tidak memiliki kemampuan? Sekarang lihat! Lihat yang aku lakukan. Aku mengerjakannya sendiri, aku diawasi dengan ketat dan aku dijadikan yang paling istimewa dengan mendapatkan “kalimat motivasi” ini. Dan akhirnya? AKU BERHASIL!
Aku berhasil menjadi yang terbaik dengan menjalankan prosedurku sendiri, aku berhasil memaksa diriku untuk menjadi lebih unggul, dan yang terpenting adalah aku telah berhasil membuat seseorang merasa sangat bersalah dengan penilaian buruknya selama ini terhadapku. Dan seseorang itu tidak bisa berkutik lagi kemudian pasrah pada kenyataan bahwa aku tak seburuk yang dia pikir. Ini bisa jadi bahan pelajaran tambahan bagi seseorang yang dengan sangat gampang memfonis mahasiswanya tidak memiliki potensi. Pertemuan baru berlangsung beberapa kali, namun penilaiannya seakan-akan sudah kenal selama bertahun-tahun.
Setelah kejadian itu aku belajar banyak dari cara orang memperlakukanku. Kebanyakan calon juara adalah dia yang sering diasingkan, tak diperhitungkan, dan tak dikenal. Dan inilah cara terbaik memperkenalkan siapa diriku kepada mereka melalui kekuatan yang aku miliki. Aku tidak bilang bahwa aku adalah manusia cerdas, namun satu hal yang harus aku teriakkan pada orang-orang itu adalah bahwa aku tak selemah yang ada dalam pemikiran meraka.

0 komentar:

Posting Komentar

 

A K S A R A Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea