Sabtu, 08 Februari 2014

Wanita

Diposting oleh AKSARA di 05.20

Hujan gerimis terlihat dari balik jendela rumah yang tengah didatangi dua pria yang sedari beberapa bulan yang lalu tidak aku temui. Ayah dan kakak laki-laki ku baru saja kembali dari luar kota untuk rehat sejenak dari pekerjaannya ditempat itu...

Membahagiakan sekali hari ini, berkumpul bersama mereka yang aku cintai. Ada Ibu, Ayah, Abangku, dan keponakan yang lucu. Sesaat aku duduk diruang tamu menikmati gerimis tengah hari, aku melihat seorang ibu dan anak laki-laki yang menggunakan jas hujan berwarna pink. Dibaliknya tampak samar seragam sekolah dasar dengan tas kecil yang ia sandang.

Sedangkan si Ibu muda tengah asyik bersama payungnya yang bercorak bunga berwarna kuning. Mereka berdua berjalan didepan rumahku, dan aku mengamatinya dari balik jendela berkaca hitam. Hemmm... aku menghela nafas panjang lalu melamunkan masa kecilku beberapa tahun yang silam...

Ibuku adalah seorang wanita karir sewaktu aku tengah duduk manis disekolah dasar. Disaat usiaku baru 6 tahun, aku sudah terbiasa pergi dan pulang sekolah seorang diri. Aku tidak pernah merasakan seperti apa itu sepayung berdua dengan ibu ketika air hujan gugur membasuh pekarangan rumah. Aku sungguh tidak tau bagaimana rasanya.

Ibu yang memilih bekerja sebagai pegawai kantoran lebih menomor satu-kan pekerjaannya dibanding aku. Saat itu, aku merasa bahwa Ibu lebih mencintai pekerjaannya dibanding aku, aku beranggapan bahwa gaji yang diterima Ibu lebih berharga dibanding diriku. Sungguh, pemikiran anak seusiaku disaat itu tidak pernah direkayasa. Semuanya murni berasal dari hati.

Ketika hari baru dimulai, dan hari Senen itu datang, jangan berharap bahwa ibu akan mengantarku kesekolah seperti yang lazim dilakukan para Ibu diluar sana. Aku hanyalah aku, yang selalu mengurusi diriku sendiri. Sudah bukan hal yang aneh lagi ketika acara penerimaan raport kenaikan kelas Ibu tidak pernah datang kesekolah. Aku biasanya "meminjam" orang tua temanku untuk menjadi orang yang mewakili Ibu karna yang menjadi peringkat 3 teratas harus maju kedepan kelas dan didampingin orang tuanya.

Sepulang dari acara penerimaan raport, aku memberi tau Ibu bahwa aku menjadi no 2. Jika kebanyakan anak-anak meminta apa yang dia inginkan, tapi tidak dengan aku. Selama sekolah, aku jarang minta di-iming-imingi sesuatu. Misalnya, kalau aku bisa masuk peringkat 3 besar, aku mau dibelikan sepeda, atau sepatu baru. Aku hampir tidak pernah melakukan itu.

Bagiku belajar adalah kewajiban, aku belajar bukan untuk menerima upah.Tidak menerima hadiah ditiap akhir semester bukan karna Ibu tidak memiliki cukup uang, bukan karna Ibu pelit, tapi karna aku tak pernah tergiur dengan barang-barang "wah" yang dimiliki teman-teman.

Dan sampai sekarangpun, walau lebelku adalah "mahasiswa" yang terkenal dengan  style-nya itu, namun tetap dengan kebiasaan lamaku, cuek! Apalagi mahasiswi yang rela menghabiskan uang saku mereka untuk sekedar belanja, dandan dan membeli produk keluaran terbaru. Namun apapun yang mereka lakukan, itu bukanlah urusanku. selagi yang mereka pakai bukan uangku, maka, terserahlah.

Aku tau bahwa hidup dan kehidupan tidak melulu tentang "siapa yang lebih keren" atau "siapa yang lebih modis". Tapi hidup adalah tentang bagaimana cara menjalaninya dengan baik dan benar. Bukankah hidup itu terlalu sederhana untuk dibuat rumit? Bukankah hidup terlalu indah untuk dibuang percuma? Bukankah hidup terlalu berharga untuk tidak dinikmati? Berfikirlah.

Banyak cara yang bisa dipakai untuk menikmati kehidupan. Seperti aku misalnya, aku tau bahwa hidup ini sangat berharga. Namun sayang, beberapa bulan terakhir aku menjalaninya dengan cara yang tidak senonoh. Dan inilah akibatnya, kuliahku hancur, penyakitku kambuh, emosiku mulai tidak terkendali dan, aku merasa tidak bisa berjuang kembali.

"Sudahlah, jangan menangis. Jangan cengeng meski kau seorang wanita. Hapus air matamu itu".
Kalimat ini sering aku dengar dari Ayah. Aku tau ayah adalah seorang pria yang sangat tegar dan ketegarannya itu membuat dirinya lupa bahwa dia melontarkan kalimat itu kepada putri kecilnya. Dan Ayah juga lupa bahwa putrinya ini tak sekuat yang dirinya kira. Aku wanita, air mataku bukan karna aku cengeng, bukan karna aku lemah, tapi karna aku lelah. Ya, lelah.

"Wanita sering berpura-pura tangguh dengan sisa tenaga yang kian merapuh..."

Bagaimana aku tidak lelah, aku lelah dengan semua yang menekanku. Aku lelah dengan orang-orang yang gemar sekali merubah orang lain menjadi apa yang dia mau. Jujur, aku lelah dengan seseorang yang meminta aku menjadi sesuatu yang bukan aku hanya untuk memuaskan keinginan dirinya. Adilkah itu?
Kadang aku bertanya pada diriku sendiri, "Belum bisakan aku menjadi orang yang baik? Belum cukup baikkah aku? Terlalu egoiskan diri ini?"



0 komentar:

Posting Komentar

 

A K S A R A Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea