Sabtu, 08 Februari 2014

Penulis Amatir

Diposting oleh AKSARA di 05.36


Wanita memiliki banyak cara dalam mengekspresikan apa yang mereka rasakan. Menangis, menggerutu, mencela, mengejek, membentak, dan diam adalah beberapa bentuk cara yang sering wanita pilih sebagai media pelampiasan perasaan. Sebagai wanita, aku lebih memilih menuliskan apa yang aku rasakan. Sedih, kecewa, terluka, bahagia, bingung, putus asa, aku lampiaskan semuanya dalam bentuk huruf dan menyimpannya rapat-rapat didalam mesin penyimpanku, kadang tidak jarang benda itu menjadi over load karnanya. Kenapa aku suka media ini (menulis) sebagai pelampiasan? Dengan menulis, aku bebas ingin menulis apa saja yang ingin aku tulis. Aku bebas menulis menggunakan gaya  bahasa dengan jenis apa saja.. Lalu dimana biasanya aku menulis? Seperempat dari tulisan singkatku, aku posting di microblogging, sedangkan yang lainnya aku posting di-blog pribadi. Sisanya, aku simpan suatu tempat.

kemahiran dalam menulis tidak didapat sejak lahir, tapi harus selalu diasah serta dilatih”
Banyak orang tidak suka menulis, bukan karna mereka tidak pandai, tapi lebih kepada mereka tidak ingin gagal dan tidak suka mencoba. Sebagai pemula, dulu tulisanku dianggap tidak berbobot. Tulisanku terlalu “pasaran” dan gaya bahasanyapun tidak begitu “wah”. Ini adalah kritikan yang dengan jujur aku katakan, mematikan rasa ingin menulisku. Yang mengkritikku bukanlah seorang penulis handal, bahkan menjadi seorang penulis amatir pun, dia belum lolos. Lalu kenapa aku harus patuh dan tunduk pada kritikannya yang dianggap keras itu? Aku menulis, bukan untuk menyaingi seseorang, atau kekurang-kurangnya ingin menyurupai seseorang. Bukan, bukan itu tujuanku. Aku ingin menjadi diriku sendiri dalam setiap kata yang aku rakit selama berhari-hari. Aku ingin menjadi sesuatu yang berbeda, bukan seperti dia, kalian, atau mereka apalagi kau. Karna dengan menulis, aku merasakan ada sesuatu yang bisa aku alirkan. Dalam tulisanku, aku akui, bahasanya cendrung keras, langsung dan mungkin, kasar. Kadang aku sadar, beberapa dari tulisan yang pernah aku posting, kemungkinan menyinggung seseorang, atau bahkan menyakitinya. Tapi lagi-lagi, aku tidak ingin berbohong, serta perpura-pura “ramah” kepada para pembacaku. Karna aku tau bahwa media sosial atau blog adalah tempat yang paling aman untuk menjadi orang lain, atau mungkin tempat yang paling cocok untuk memakai topeng aku tak berniat untuk mencoba.

Aku memiliki aturan dalam menulis. Ini sangat lentur, kadang bisa menjadi sangat baku, namun dikeadaan genting, aturan ini bisa saja mencair. Jadi, ini adalah aturan yang bisa disesuaikan. Misalnya, ketika aku marah kepada seseorang, dan aku memakinya dalam tulisanku, aku mengetik ratusan kata bersama tuts laptopku, tapi aku tidak boleh memposting amarahku ditempat umum. Maksudku, tidak ada yang berhak membacanya. Begitu juga ketika aku sedang mengagumi seseorang, aku boleh saja ber-puisi, atau bermesra-mesraan dengan huruf-huruf itu, tapi lagi-lagi, aku tak boleh mempostingnya. Itu memalukan. Hehehehe…. J
Aku tidak pernah berfikir akan menjadi begitu  senang dengan kegiatan ini. Aku rela menghabiskan waktu luangku untuk menulis. Bahkan, kadang-kadang aku sampai kehabisan ide dan permasalahan yang ingin kubahas. Satu hal yang aku herankan dari inspirasiku adalah, kenapa mereka sering datang disaat aku tidak sedang memegang alat tulis dan kertas? Bahkan, yang lebih dramatisnya, inspirasi sering datang ketika aku berada dikamar mandi. Onde mandeee…

ini adalah beberapa benda yang paling sering aku pakai untuk menulis inspirasi yang sering datang mendadak. Ada buku harian, yang aku gunakan disaat inspirasi datang dimalam hari. Ada Binder dan pena, ini digunakan menulis inspirasi yang datang disaat dosen sedang menerangkan pelajaran. Ada juga handphone, yang dipakai disaat inspirasi datang sewaktu tengah berhenti dilampu lalu lintas. Heheheh….”

menjadi penulis tidak akan membuatmu sejahtera, uangnya sedikit. Dan peluang menjadi penulis ternama pun rasanya sulit”
Itulah pandangan buruk yang aku pakai untuk mematikan kretifitas. Menulis kini menjadi kesenangan. Kesenangan yang ingin aku bagi dengan orang lain. Sewaktu aku masih sekolah, seorang guru bahasa Indonesia tidak percaya bahwa puisi yang sedang beliau baca adalah karanganku. Ia bertanya berkali-kali dan membaca berulang ulang puisi bertema nasionalisme itu. Ah, ternyata ada harapan diremehkan sepertinya. Tidak hanya guruku, teman-teman dan siapa saja yang baru membaca tulisanku sampai detik ini masih tidak yakin dengan apa yang aku tulis. Aku tak tau alasannya, aku pun tak ingin mengetahuinya. aku ingin terus menulis dan memperbaiki tulisanku. Tak penting menjadi terkenal dengan banyak orang yang membaca tulisanku, yang terpenting aku memperoleh banyak manfaat dari menulis. 

sekali seorang anak suka dengan menulis, maka tulisannya akan melejit”
Semester lima ini aku mempelajari Paper Thesis Writing dengan dosen pembimbing Sandi Sukandi, M.A. PTW adalah mata kuliah menulis, persiapan menulis untuk thesis dan paper, kurang lebih begitu. Sayangnya, mata kuliah ini tidak bisa aku selesaikan dengan sempurna. Aku hanya bisa bertahan sampai pertemuan ke-sepuluh, sisanya,  “selamat tinggal”. Sejak mengenal PTW aku jadi semakin tertarik dengan menulis. Aku yang terbiasa menulis dengan bahasa Indonesia, murni bahasa Indonesia, kini harus berganti haluan menjadi bahasa inggris. Perbedaan bahasa bukan bukan perkara, yang penting kita paham dengan apa itu tesis dan paper berserta aturan mainnya.
Menulis paper dan thesis is complicated but I’m excited. PTW dan semua hal yang berhubungan dengannya adalah hal yang unik dan menarik. Ini adalah kali pertama aku menulis yang berbau ilmiah dan akademik, tentu ini menyenangkan. Aku dan rekan-rekanku pun diajar oleh dosen pembimbing yang menyenangkan berdasarkan pendapat teman temanku. Tapi selama matakuliah PTW berjalan aku lebih sering keluar kelas dan menghabiskan banyak waktuku untuk duduk diluar ruangan. Kuliah menulis kadang cukup membosankan, maka dari itu aku tidak betah berlama-lama duduk didalam kelas disatu ruangan dengan durasi dua jam. Dari sinilah masalah sering datang (oke, sebaiknya tidak perlu dibahas. Heheheh…)

Ya, kini pengetahuanku tentang menulis baik versi formal ataupun non-formal mulai bertambah. Terima kasihku kepada guru dan dosen-dosenku yang pernah mengajarkan teori menulis selama ini. Terima kasih Ibu Elsi Yurnalita, S.Pd, Ibu Widya, S.Pd, Bapak Ramadhansyah, M.Pd, Miss. Rini Dwitya Sani, M.M.Pd, Mr. Jufri, M.Pd, Miss. Elmiati, M.Pd, dan yang terakhir kepada Mr. Sandi Sukandi, M.A.

Ini adalah mesin ketik “canggih” yang selalu aku gunakan. Dia begitu setia, tidak pernah mengeluh, tabah dan penurut. Dia mau menuliskan apa saja yang ingin aku ketikkan. Sudah hampir lima tahun kami bersama, menghabiskan waktu berdua ditempat biasa. Terima kasihku untukmu *alay”

0 komentar:

Posting Komentar

 

A K S A R A Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea